Bengawan Solo, itulah nama sungai terpanjang di Pulau Jawa ini. Sungai yang memiliki panjang sekitar 548,53 km dan bersumber dari Pegunungan Kidul, Wonogiri ini, melintasi dua wilayah administratif propinsi, yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. Daerah yang dilewati sungai tersebut di antaranya ialah Wonogiri, Pacitan, Sukoharjo, Klaten, Solo, Sragen, Ngawi, Blora, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan bermuara di daerah Gresik.
Menurut sejarah, sekitar empat juta tahun yang lalu Sungai Bengawan Solo bermuara di daerah Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya di Pantai Sadeng. Namun, karena peristiwa pergeseran lempeng bumi di Australia yang menghujam bagian bawah Pulau Jawa, mengakibatkan dataran bagian selatan Pulau Jawa ini menjadi terangkat hingga membuat muara Sungai Bengawan Solo ini berpindah ke utara (Gresik). Bukti-bukti bekas aliran Sungai Bengawan Solo di wilayah Gunung Kidul masih ada sampai sekarang, walaupun mengering menjadi bebatuan kapur dan karang-karang kering.
Pada zaman dulu, di sekitar aliran Sungai Bengawan Solo merupakan tempat bertahan hidup manusia purba. Hal ini terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purba di Desa Trinil sekitar 11 km dari Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Fosil-fosil ini kemudian diberi nama Pithecanthropus Erectus, oleh seorang peneliti dari Belanda yang bernama Eugene Dubois pada tahun 1891. Bukti lain adanya kehidupan manusia purba di sekitar sungai ini juga dikuatkan dengan penemuan fosil manusia purba di Sangiran dan di Desa Ngandong, Solo. Fosil-fosil ini diberi nama Meganthropus Palaeojavanicus dan Homo Soloensis. Fosil manusia purba tersebut ditemukan oleh Van Koeningswald pada tahun 1941 dan tahun (1931—1934), keduanya ditemukan tak jauh dari aliran sungai ini. Dari beberapa penemuan fosil tersebut, dapat dikatakan bahwa aliran Sungai Bengawan Solo merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup yang berada di sekitarnya, sejak ribuan tahun yang lalu hingga sekarang.
Sungai yang merupakan sumber kehidupan masyarakat dari hulu sampai hilir ini, keberadaannya cukup terkenal berkat diciptakannya sebuah lagu dengan judul “Bengawan Solo” karya Gesang. Melalui lagu ini, popularitas Sungai Bengawan Solo semakin terkenal ke seluruh Indonesia. Banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang tertarik untuk berkunjung ke sungai ini guna melihat keindahannya sekaligus menyusuri situs sejarahnya.
Sungai ini juga cukup populer dengan kisah Joko Tingkir, pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Pajang yang memerintah tahun 1549—1582 dan bergelar Sultan Hadiwijaya, saat bertarung dengan buaya. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, pada zaman dulu Joko Tingkir pernah menyusuri Sungai Bengawan Solo ketika melakukan perjalanan dari Majasta (Kabupaten Sukoharjo) menuju Desa Gerompol di lereng bukit Prawata, tepatnya di sebelah timur Kerajaan Demak. Dalam perjalanan itu, Joko Tingkir menggunakan perahu yang terbuat dari bambu. Di atas perahu itu Joko Tingkir diserang puluhan buaya besar yang ingin memakannya. Namun, Joko Tingkir melawan serangan buaya-buaya tersebut hingga akhirnya buaya-buaya itu berhasil dikalahkan. Setelah kalah, anehnya buaya–buaya itu kemudian membantu perjalanan Joko Tingkir dengan cara mendorong perahu bambu yang dinaikinya.
http://jogjatrip.com/id/244/bengawan-solo